Beberapa saat lalu kawan saya yang tinggal di Purworejo tiba-tiba bertanya ke saya melalui aplikasi whatsapp, kenapa UMKM harus ekspor? Sambil menduga-duga arah pertanyaan itu saya menjawab sekenanya: setahu saya UMKM melakukan ekspor barang karena produksinya sudah berlebih dan permintaan di dalam negeri sudah terpenuhi. Saya menambahkan jawaban, tapi kadang barang yang dikonsumsi sendiri kualitasnya seadanya, gantian yang diekspor pakai embel-embel standar ekspor!
Namun setelah saya mencoba cari tahu, dunia ekspor itu ternyata sangat luas dimensinya. Didi Sumedi, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan menyebut saat ini di Indonesia ada sekitar 64 juta UMKM. Kemudian ada total 14.000 eksportir nasional. Dari jumlah itu 12.500 nya adalah eksportir UMKM.
Lantas apa hubungan antara ekspor dan desa? Desa sebagai entitas sosial, ekonomi dan politik mempunyai peran yang signifikan dalam dunia ekspor. Kaitannya dengan sektor pertanian, desa merupakan basis dan awal dimana pertanian diusahakan. Hampir semua kegiatan pertanian dilakukan di desa. Mayoritas sumber daya pertanian (lahan, tenaga kerja) juga ada di desa. Hal ini berarti desa mempunyai posisi yang strategis dalam bangunan pertanian di Indonesia.
Desa sebagai salah satu wilayah kesatuan hukum yang diakui negara tidak lepas dari obyek persaingan pasar bebas, bukan saja terhadap kualitas produk/barang yang dihasilkan desa itu sendiri, tetapi juga sumber daya manusia sebagai pengelola sumber daya alam, budaya dan modal sosial lainnya tentunya akan dihadapkan pada persaingan dengan negara lain (Sutardjo Jo, 2015)
Wabah global Virus Corona (COVID-19) di China berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satunya aktivitas ekspor-impor produk unggulan desa di Indonesia. Situasi ekonomi global tersebut berdampak pada kurang lebih 3 persen dari total jumlah desa yang menghadapi kesulitan dalam mengekspor produk unggulan desa, seperti produk makanan (1.183 desa), produk bukan makanan (517 desa), dan produk makanan dan bukan makanan (773 desa).
Menurut Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor, Sofyan Syaf pemulihan ekonomi nasional dapat diselesaikan dengan memperkuat produksi pertanian.
Karena pertanian sebagian besar ada di desa, maka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) harus dimulai dari pengembangan desa. Dengan target sasarannya antara lain para petani, nelayan, dan peternak, yang memberikan peran penting dalam ketahanan negara. Dahulu Indonesia bertumpu pada sektor perdagangan, dimana impor barang kerap dilakukan, maka kini seharusnya pemerintah sudah beralih ke sektor produksi yang diperkuat di desa-desa.
Bicara komoditas ekspor, produk kreatif masyarakat desa dapat diandalkan untuk mengembangkan industri berbasis cita rasa dan budaya lokal. Hal ini karena, ciri produk merupakan nilai jual tiap kawasan untuk dipasarkan dan dipopulerkan.
Kreativitas pelaku usaha kecil menengah di desa menjadi strategi jitu untuk pemasaran produk. Ini menjadi bagian dari branding sehingga bisa lebih fokus dan terus berkembang. Setiap daerah mengolah potensi alam yang dimiliki menjadi produk yang spesifik dan khas. Selanjutnya dipasarkan baik di daerah lokal sendiri, nasional maupun tujuan ekspor.
Kegiatan ekspor juga harus memperhatikan selera dan syarat yang diterapkan oleh pembeli. Ada barang yang marketnya cocok dijual di Eropa, belum tentu untuk Amerika. Jadi perlu ada modifikasi. Bisa dari produknya, packaging atau informasinya. Ini perlu yang namanya kurasi. Untuk melakukan kurasi, mana yang siap dan mana yang perlu modifikasi. Ini juga tantangan bagi pelaku ekspor dari pedesaan.
Selain hal-hal diatas, rasanya juga diperlukan sentuhan kekinian untuk membangun daya saing desa yaitu dengan sentuhan teknologi media sosial. Meskipun teknologi informasi dan social media lebih terlihat sebagai konsumsi orang kota, namun dengan semakin terjangkaunya smartphone dan semakin luasnya coverage sinyal telekomunikasi tidak dipungkiri telah membuat masyarakat desa pun bisa mengaksesnya. Smartphone, Facebook, Instagram bukanlah barang aneh bagi orang desa sekalipun terutama generasi mudanya. Oleh karena itu, dengan melibatkan penggunaan teknologi informasi dan social media bukan tidak mungkin dunia pertanian desa pun menjadi semakin menarik khususnya bagi generasi mudanya.
Algoritma Ekspor
Dunia ekspor dan desa dewasa ini juga sudah masuk dalam pusaran mahadata. Untuk memprediksi dan menganalisa perilaku ekspor –khusunya dari pedesaan— itu perlu sebuah alat analisis terhadap perilaku data ekspor yang besar.
Saat ini kita masih menjumpai adanya perbedaan-perbedaan informasi terkait dengan lalu lintas ekspor. Ini terjadi karena kita belum mengelola data secara baik dan terintegrasi. Belum ada satu data yang dikembangkan, kemudian sistem manajemen Big Data yang belum diterapkan secara menyeluruh menyebabkan banyak perbedaan data-data yang muncul. Ini yang akhirnya menuntut kita semua untuk juga masuk ke wilayah big data analysis.