Desa Ellak Daya merupakan salah satu dari sekian banyak desa yang ada di Kecamatan Lenteng tepatnya di Kabupaten Sumenep, yang identik dengan pohon kapuk dan jambu mente. Desa Ellak Daya sendiri mayoritas warganya petani dimana bertani merupakan sebuah potensi untuk melangsungkan kebutuhan hidup bagi masyarakat Ellak Daya, seperti jagung, kedelai, kacang hijau dan tembakau mayoritas yang dapat ditemui.
Sedangkan padi bisa dikatakan jarang di desa ini karena Desa Ellak Daya termasuk daerah perbukitan jauh dari sungai ataupun lembah. Dalam situasi seperti ini masyarakat Desa Ellak Daya masih melanjutkan aktifitas seperti biasanya, dapat dikatakan wabah Covid-19 ini tidak sepenuhnya menghambat aktifitas warga untuk bekerja. karena masyarakat menilai wabah ini tidak hanya terjadi saat ini, akan tetapi sudah terjadi beberapa puluh tahun yang lalu yang masyarakat biasa menyebut dengan istilah penyakit Ta’on. Sedikit berbeda dengan penyakit ta’on yang terjadi dulu, Karena penyakit ta’on dulu tidak membolehkan masyarakat berkumpul serta menanggapi perkataan seseorang. Karena jika terdapat suara yang memanggil atau menyebut tetapi tidak nampak wujudnya dan salah satu masyarakat menanggapi perkataan tersebut maka orang tersebut otomatis langsung meninggal saat itu juga.
Tidak jauh berbeda dengan wabah Covid-19 yang menghimbau untuk tidak melangsungkan atau yang melibatkan banyak orang (perkumpulan). Karena wabah ini mampu menular melalui percikan air ludah, bersin, batuk. untuk itu masyarakat tidak heran jika situasi saat ini meralang adanya perkumpulan, Akan tetapi masyarakat Desa Ellak Daya sedikit tidak menghiraukan peraturann yang dikeluarkan oleh pemerintah. Karena masyarakat menilai virus corona tidak cukup membahayakan, masyarakat menganggap virus tersebut hanya akan terjadi di kota-kota besar dan tidak sedikit pula masyarakat yang mengikuti anjuran pemerintah. Meskipun saat ini Kabupaten Sumenep sudah memasuki zona merah yang berarti sudah terdapat masyarakat positif corona, masyarakat desa Ellak Daya masih cukup santai mengahadapi situasi yang terjadi saat ini akan tetapi masyarakat mulai sadar dan peka dengan keadaan yang sangat mengkhawatirkan ini dengan mengikuti salah satu anjuran pemerintah dengan memakai masker jika sedang di luar rumah.
Menurut saya hal ini tidak menjadi masalah besar karena masyarakat di desa saya sudah cukup mengerti dan faham akan seriusnya wabah covid-19 yang terjadi sekarang. Hanya saja di desa saya tidak begitu terjadi perubahan meskipun sudah memasuki zona merah, tidak ada pelarangan dalam hal perkumpulan, boleh melakukan perkumpulan seperti apapun tetapi tidak boleh menggunakan pengeras suara atau sound system karena dikhawatirkan terdengar oleh salah satu apparat negara seperti polisi maupun tentara.
Sementara dalam ruang lingkup tempat ibadah yaitu masjid tidak pernah ada perubahan yaitu masyarakat tetap kompak beserta takmir masjid lainnya untuk melakukan ibadah bersama, sedikit ada di pikiran saya bahwa pada saat menerima bantuan berupa sembako yang cair setiap bulannya masyarakat yang menerima lebih awal semenjak merebaknya virus corona langsung memakai masker saat mengambil sembako tersebut dan tidak berselang lama masker sebagian warga dilepas saat di tanya kenapa melepas masker padahal masih berkumpul dengan banyak orang, jawabannya membuat saya sedikit mengeluarkan suara dan terkejut karena jawaban mereka sudah tidak ada polisi dan tentaranya jadi tidak mungkin ada yang menegur. Karena pada saat bantuan sembako cair di awasi oleh aparat negara dan masyarakat diwajibkan menggunakan masker saat proses pengambilan sembako.
Hal ini yang menjadi masalah karena masyarakat masih lebih takut mendapat teguran oleh aparat negara karena tidak memakai masker daripada mencegah peenularan covid-19, dan melihat hal itu saya sedikit miris dan saat itu juga saya sedikit memberi arahan pada warga untuk lebih hati-hati dan waspada saat didalam sebuah perkumpulan karena lebih baik mencegah daripada mengobati,
(Yuli Yatin)